Belakangan ini, banyak sekali ditemukan baik di media maupun
kehidupan nyata, seorang anak menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan
anggota keluarga sendiri yang lazim disebut incest
Incest atau inses dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah
hubungan seksual antara orang-orang yang bersaudara dekat yang dianggap
melanggar adat, hokum dan agama.
Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen, incest adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh pasangan yamg
memiliki ikatan keluarga yang kuat, seperti misalnya ayah dengan anak
perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama keluarga kandung.
Sedangkan menurut Kartini Kartono(1989:255), incest adalah hubungan seks diantara pria dan wanita
di dalam atau diluar ikatan perkawinan, dimana mereka terkait dalam hubungan
kekerabatan atau keturunan yang yang dekat sekali.
Sofyan S. Willis (1994:27) mengemukakan pengertian incest sebagai berikut:
Hubungan kelamin yang terjadi antara dua orang diluar nikah,
sedangkan mereka adalah kerabat dekat sekali.
Selanjutnya pendapat incest
yang dikemukakan oleh Supratik (1995:101) mengatakan bahwa:
Taraf koitus antara anggota keluarga, misalnya antara kakak
lelaki dengan adik perempuannya yang dimaksud adalah hubungan seksual. Atau
antara ayah dengan anak perempuannya, yang dilarang oleh adat dan kebudayaan.
Dari pengertian
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Incest
adalah hubungan seksual yang terjadi di antara anggota kerabat dekat,
biasanya adalah kerabat inti seperti ayah, atau paman. Incest dapat terjadi suka sama suka yang kemudian bias terjalin
dalam perkawinan dan ada yang terjadi secara paksa yang lebih tepat disebut
dengan perkosaan.
Incest digambarkan sebagai kejadian relasi seksual; diantara
individu yang berkaitan darah, akan tetapi istilah tersebut akhirnya
dipergunakan secara lebih luas, yaitu untuk menerangkan hubungan seksual ayah
dengan anak, antar saudara. Incest merupakan perbuatan terlarang bagi hampir
setiap lingkungan budaya.
Freud (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005:74) berkesimpulan
bahwa dasar tabu incest adalah
apabila incest dibenarkan maka akan terjadi persaingan,
perebutan pasangan dalam lingkungan, antara ayah-ibu-saudara-saudara. Jelas
bahwa persaingan atau perbuatan semacam itu akan membawa kehancuran keluarga
dan suku bangsa sendiri.
Kemudian Freud (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005:74)
menambahkan bahwa disposisi psikis yang dibawa sejak lahir akan tetap efektif
apabila mendapat persaingan tertentu daripada proses percampuran darah anatara
individu yang tidak ada kaitan darahnya. Selain itu, tidak ada satu generasi
pun yang akan mampu mempertahankan disposisi psiikis yang positif dalam garis
keturunan yang sama. Kecuali itu, ketakutan kastrasi pada fase phallic menghambat pelampiasan fantasi incest.
Fakta biologis juga memperkuat tabu incest karena kematian, retardasi mental, dan kelalaian congenital
sangat banyak terjadi sebagai akibat incest.
Walaupun banyak factor yang memungkinkan terjadi incest.
Lustig (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005:74-75) menyatakan
terdapat lima kondisi gangguan keluarga yang memungkinkan terjadinya incest, yaitu:
1.
Keadaan terjepit, dimana anak perempuan menjadi
figure perempuan utama yang mengurus keluarga dan rumah tangga sebagai
pengganti ibu.
2.
Kesulitan seksual pada orang tua, ayah tidak
mampu mengatasi dorongan seksualnya.
3.
Ketidakmampuan ayah untuk mencari pasangan
seksual di luar rumah karena kebutuhan untuk mempertahankan façade kestabilan sifat patriachat-nya.
4.
Ketakutan akan perpecahan keluarga yang
memungkinkan beberapa anggota keluarga untuk lebih memilih desintegrasi
struktur daripada pecah sama sekali.
5.
Sanksi yang terselubung terhadap ibu yang tidak
berpartisipasi dalam tuntutan peranan seksual sebagai istri.
Faktor kondisi social yang sering memungkinkan pelanggaran incest adalah rumah yang sempit dengan
penghuni yang berdesakan, alkoholisme, isolasi geografis, sehingga sulit
mencari hubungan dengan anggota keluarga yang lain.
Sedangkan menurut Kartini Kartono (1989:225) penyebab incest adalah antara lain ruangan rumah yang tidak
memungkinkan orang tua, ank, dan saudara pisah kamar. Sedangkan hubungan incest antara ayah dengan anak
perempuannya dapat terjadi sehubungan dengan keberadaan penyakit mental yang
serius pada pihak ayah.
Kartini kartono (1989:225) menambahkan bahwa incest banyak terjadi dikalangan rakyat
dari tingkat kalangan social-ekonomi yang rendah.
Jenis-jenis incest berdasarkan
penyebabnya adalah:
1.
Incest yang
terjadi secara tidak sengaja, misalnya kakak-adik lelaki perempuan remaja yang
tidur sekamar, bias tergoda melakukan eksperimentasi seksual sampai terjadi incest.
2.
Incest akibat
psikopatologi berat. Jenis ini bias terjado antara ayah yang alkoholik atau
psikopatik dengan anak perempuannya. Penyebabnya adalah kondornya control diri
akibat alcohol atau psikopati sang ayah.
3.
Incest akibat
pedofilia, misalnya seorang lelaki
yang haus menggauli anak-anak perempuan dibawah umur, termasuk anaknya sendiri.
4.
Incest akibat
contoh buruk dari ayah. Seorang lelaki menjadi senanh melakukan incest karena meniru ayahnya melakukan
perbuatan yang sama dengan kakak atau adik perempuannya.
5.
Incest akibat
patologi keluarga dan hubungan perkawinan yang tidak harmonis. Seorang
suami-ayah yang tertekan akibat sikap memusuhi serba mendominasi dari istrinya
bias terpojok melakukan incest dengan
anak perempuannya.
Secara umum ada dua kategori incest. Pertama parental
incest, yaitu hubungan antara orang tua dan anak. Kedua Sibling incest, yaitu hubungan antara
saudara kandung. Kategori incest dapat
diperluas lagi dengan memasukkan orang-orang lain yang memiliki kekuasaan atas
anak tersebut, misalnya paman, bibi, kakek, nenek, dan sepupu.
Bentuk-bentuk incest tidak
terbatas hanya dalam bentuk kekerasan seksual secara fisik, namun juga psikis
dan mental yang mencakup rayuan dan iming-imimng. Berikut beberapa bentuk
kekerasan seksual yang termasuk incest:
1.
Ajakan atau rayuan berhubungan seks
2.
Sentuhan atau rabaan seksual
3.
Penunjukan alat kelamin
4.
Penunjukan hubungan seksual
5.
Memaksa melakukan mastrubasi
6.
Meletakkan atau memasukkan benda-benda atau jari
tangan ke anus atau vagina
7.
Berhubungan seksual (termasuk sodomi)
8.
Mengambil atau menunjukkan foto anak kepada
orang lain tanpa busana atau ketika berhubungan seksual.
Semakin maraknya kasus incest
memperlihatkan betapa rentannya posisi seorang anak untuk menjadi korban
kekerasan seksual. Terlebih lagi pelakunya adalah orang yang seharusnya menjadi
pelindungnya.
Incest menurut hokum pidana
Pengaturan perbuatan incest atau yang lebih dikenal dengan
hubungan seksual sedarah dalam KUHPidana sangatlah penting, terutama mengenai
sanksi-sanksinya. Pengaturan untuk kasus-kasus incest masih berdasarkan pada
Pasal 285, Pasal 287, Pasal 294 ayat (1), dan Pasal 295 ayat (1) butir (1).
Pasal 285 KUHPidana dengan jelas menyebutkan bahwa “barang
siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan
istrinya bersetubuh dengan dia, diluar pernikahan, dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan, yang diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun” untuk pasal 285 KUHPidana kurang tepat karena pasal ini adalah pasal
pemerkosaan, demikian juga dengan Pasal 287 yang menyebutkan “barang siapa
bersetubuh dengan perempuan yang bukan istrinya, sedangkan diketahui atau harus
patut disangkanya, bahwa perempuan itu belum cukup 15 tahun kalau tidak nyata
berapa umurnya, bahwa perempuan itu belum masanya untuk kawin, dihukum penjara
selama-lamanya Sembilan tahun”, pasal
ini juga belum tepat untuk pengaturan incest.
Dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana pengaturan mengenai incest disebutkan secara jelas dalam
buku ke II Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan Pasal 294 ayat (1) R.
Soesilo(1995:215), yaitu:
Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang
belum dewasa, anak tiri atau anak pungutnya, anak peliharaannya, atau dengan
seseorang yang belum dewasa yang dipercayakan kepadanya untuk ditanggung,
dididik atau dijaga, atau dengan bujang atau orang sebawahnya yang belum
dewasa, dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
Thanks jdi nambah pengetahuan
BalasHapusdari semua pasal diatas semuanya merujuk pada kasus inses dalam bentuk pemerkosaan tapi apa ada hukum untuk yang terlibat kasus inses dalam bentuk suka sama suka?? soalnya kalau ada bisa bertabrakan dengan HAM dimana setiap orang bebas melakukan keinginannya sendiri tanpa merugikan pihak lain
BalasHapuskasus inses juga diatur dalam KUHP dan UU KDRT,walaupun inses yang dimaksud berhubungan dengan anak, ipar, mantu, menantu, mertua, besan. dan selagi itu di adukan (karena perkara ini masuk dalam delik aduan) ya bisa saja di proses. kayak kasus aritonang di Medan baru baru ini.
Hapussejatinya HAM dan Hukum pasti berbentrokan tapi kita harus memilih untuk menyuarakan hak kita selama itu tidak bertentangan dengan asusila masyarakat atau memilih jalur hukum agar bisa melindungi masyarakat dan mencapai nilai kesejahteraan masyarakat (walaupun ini cuma teori) tapi naluriah manusia masih ada untuk mencapai nilai kesejahteraan tsb.
Hubungan incest sangat lazim di Iceland: Hubungan Seks Sedarah di Iceland
BalasHapusIni referensi bukunya apa aja ya??
BalasHapus